Jalan Deandels, Saksi Bisu Antara Kau dan Kenyataan



22 Februari 2017. Malam itu aku dan rombongan teman menuju Kota Wisata menghadiri pernikahan sahabat akrab kami. Hujan mengiringi langkah kami berangkat menyusuri jalan yang sepi. Tak pernah kami bayangkan sahabat karib, sahabat yang sering "ngebosi" akhirnya menemukan tautan hidup, jauh pula hingga
lintas daerah. Aku sebagai biasa menjadi navigator sejati alias tak mau nyetir karena memang tak ahli dengan mobil"bergigi".

Sepanjang jalan kami ibarat pasar pindah. Membayangkan malam pertama teman kami yang imut2 hingga disana melakukan kegiatan apa disana. Saling mem-bully adalah kegiatan rutin kami baik di grup maupun di dunia nyata. Aku, Si Anak Solo dan temanku yang esok nikah pun sering kena bully karena katanya sih kelamaan nikah hahaha. Grup Whatsapp kami selalau berubah, mulai dari ; Grup Anak Sholeh(Ahhh) hingga yang terbaru adalah Grup Anak Petir! Mantap jiwaaah.

Oh iya kembali lagi ke perjalanan kami, sepanjang malam ditemani kripik jajanan dan lubang jalan yang lumayan aduhai. Sang supir-pun mulai menyetel lagu mendayu-dayu versus indie yang sering ia dengar ketika sibuk coding. Kadang disela mobil yang bergoyang, sambil melirik teman yang duduk di belakang aku membuka cerita. Ya cerita hati.

Semua berawal dari pernyataan malam itu, awal 2015. Aku anak muda yang seperti umumya mengandalkan sosial media sebagai pendekat jarak yang jauh dan penjauh jarak yang dekat. Hampir tiap malam aku bertegur sapa dengan siapa yang pernah aku kenal. Lebih spesialnya yang bisa diajak berbicara agak intim, upsss intim disini adalah bicara rahasia bukan porn*. Tak terasa obrolan itu hingga jam 1 malam. Aku menulis dilaptop, begitu pun ia. Hal yang beda adalah isinya, ia membuat laporan dan aku membuat rangkaian kata mendayu-dayu dududuu.

Akhir malam itu ingin aku tutup dengan ucapan selamat malam selamat tidur tapi nyatanya malah obrolan semakin hot dan tak bisa tidur! Ya, pada poin itu aku mengutarakan maksud hati layaknya pria ganteng ber-pomade dan sudah mandi. Gayung bersambut, sekali dayung pulau kapuk terlalui. Ia juga membalas seperti apa yang aku bicarakan bahkan malam itu kami insomnia mendadak hingga akhirnya dipaksa tidur oleh keadaan sambil tersenyum manis. Ohh indahnya malam itu (bagiku entah bagi dia).

Sejatinya, hati ini seperti di kode sejak setahun sebelumnya namun aku yakin setiap orang mempunyai masa keyakinan hati hingga mantap. Semantap mie ayam Tumini yang kental kuahnya! Setiap cerita hati mempunyai keunikan sendiri, mulai dari panggilan spesial hingga hal apa yang dialami. Tiap hari penuh dengan cerita, cerita dan cerita. Instagram, BBM, Line, Whatsapp, Path, FB, Twitter menjadi topik utama tiap berkirim pesan. Khususnya twitter menjadi saksi bisu pertempuran awal kami :)

Wah, bablasen cah...! Kalau diartikan dalam bahasa planet bumi adalah : wah kita kelewatan. Saking asiknya cerita hingga pertigaan di depan mata dan harusnya belok kiri terlanjur lurus mengikuti jalan utama. Ya, kami adalah petualang, petualang gila yang salah jalan! Diikuti rasa kantuk yang menggila karena sudah jam 02.35, sang supir mulai loyo hingga sering dihantam lubang. Mungkin sengaja biar pasukan dibelakang juga melek.

Mention-mentionan di twitter adalah kegiatan ketika pendekatan dan menjadi bom waktu yang terus berjalan hinggal golnya awal 2015 itu. Tak cukup hanya itu, meme yang berlalu lintas disosmed juga menjadi pendukung renyahnya obrolan. Jujur saja, merangkai ini dalam cerita membuat nervous tapi pada saat itu memang ibarat puber aku asikin aja deh.

Aku disini kau disana, hanya berjumpa via suara... lalala. RAN mengiringi aku menulis cerita ini.

Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini